Rabu, 18 Maret 2009

Rakyat Jangan Jadi Tumbal


PENAMBANGAN emas yang dilakukan PT Indo Multi Niaga (IMN) di sekitar Gunung Tumpang Pitu, Banyuwangi, Jawa Timur, mendapat penolakan keras dari masyarakat. Bahkan sekitar 95% masyarakat menolak eksploitasi kekayaan alam Tumpang Pitu.

Penolakan terhadap operasional PT IMN sebenarnya telah berlangsung sejak 2006. Tepatnya sejak dokumen analisis dampak lingkungan (Amdal) dikeluarkan. Aksi penolakan semakin menjadi setelah DPRD Banyuwangi mengeluarkan surat rekomendasi No. 005/758/429.040/2007 tentang Peningkatan Status Eksplorasi menjadi Eksploitasi tambang emas di Tumpang Pitu. Namun lantaran gerakan mereka tidak membuahkan hasil, perwakilan warga datang ke Jakarta dan mengadukan masalahnya.

Selain mendatangi Komisi IV DPR RI, Departeman Kelautan dan Perikanan, masyarakat yang menamakan diri Koalisi Tolak Tambang Tumpang Pitu juga mengadu ke Komnas HAM.

Ketua Koalisi Tolak Tambang Tumpang Pitu Hadi Trimanto mengatakan, masyarakat setempat sangat bergantung pada potensi kawasan hutan lindung Gunung Pitu. Sementara izin Amdal yang dikantongi PI IMN tidak melibatkan masyarakat. Hadi mengatakan izim Amdal itu cacat hukum dan sarat kepentingan pihak tertentu yang ingin meraup keuntungan.

Meski belum ada bukti tentang dampak negatif yang ditimbulkan akibat eksploitasi, Hadi yakin masyarakat Banyuwangi akan terkena dampaknya sebagaimana kasus Buyat dan Lapindo.

Menanggapi itu, Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Siti Maimunah mengingatkan berbagai pihak untuk tidak menjadikan masyarakat sebagai tumbal dalan kegiatan penambangan emas. “Apalagi, penambangan emas ini belum tentu memberi keuntungan bagi bangsa,” tandas Maimunah.

Tiga Persoalan

Sementara Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) M Riza Damanik menjelaskan, terdapat tiga persoalan jika pertambangan dijalankan. “Perairan Banyuwangi dan sekitarnya merupakan open water (perairan terbuka), karena secara historis pernah mengalami tsunami. Keadaan ini menyebabkan perairan Banyuwangi rentan terhadap perluasan, khususnya ketika terjadi pencemaran. Perlu disadari, jika perairan ini tercemar, dampaknya akan meluas,” katanya.

Persoalan kedua, salah satu mata pencaharian masyarakat adalah nelayan kerang. Kerang merupakan filter feeder atau komunitas perikanan yang hidupnya tidak bergerak. Artinya, jika terjadi pencemaran dan berdampak pada kerang, masyarakat akan ikut terkontaminasi.

“Yang ketiga, pasca collapse-nya sumber daya perikanan di Bagan Siapi-api, kawasan ini merupakan primadona sektor perikanan. Jika dikalkulasi berdasarkan sumber daya ekonomi dan daya serap tenaga kerja, sumber daya perikanan di sana tidak hanya menjadi basis ekonomi, tetapi juga menyerap 50% tenaga kerja. Setelah diubah jadi kawasan pertambangan hanya menyerap maksimal 125 tenaga kerja kasar,” tegasnya. (Erlin Sitinjak/Harian Merdeka)


Kronologi Kasus PT IMN

23 Maret 2006 Bupati Banyuwangi Ratna Ani Lestari,SE MM mengeluarkan surat No 188/57/KP/429.012/2006 mengenai Kuasa Pertambangan Penyelidikan Umum kepada PT Indo Multi Cipta untuk jangka waktu 1 tahun.

7 November 2006 PT Indo Multi Niaga mengajukan permohonan peningkatan kuasa pertambangan ke tahap eksplorasi.

16 Februari 2007 Bupati memberikan kuasa pertambangan seluas 11.621,45 hektare.

5 Maret 2007 PT IMN mengajukan permohonan kegiatan eksplorasi tambang emas di kawasan hutan seluas 8.79,60 hektare kepada Menhut RI

6 Juli 2007 Gubernur Jatim H Imam Utomo S mengeluarkan rekomendasi izin penggunaan kawasan hutan untuk eksplorasi bijih emas.

27 Juli 2007 Dephut RI mengeluarkan izin kegiatan eksplorasi tambang emas di dalam kawasan hutan produksi tetap dan hutan lindung melalui surat No S.406/MENHUT-VII/PW/2007.

9 Oktober 2007 DPRD Banyuwangi mengeluarkan surat rekomendasi No: 005/758/429.040/2007 perihal peningkatan status eksplorasi menjadi eksploitasi tambang emas di Tumpang Pitu.

14 Agustus 2008 19 organisasi rakyat mendesak pencabutan surat rekomendasi DPRD.

15 Oktober 2008 Pertemuan dengan F-PDIP DPRD Jatim. Mereka sepakat mendukung gerakan menolak penambangan.

13 November 2008 Demo menolak rencana penambangan emas di Tumpang Pitu diikuti 7.000 massa. DPRD langsung mencabut surat rekomendasi itu.

24 November 2008 Muncul demo dari Aliansi Masyarakat Peduli Investasi Banyuwangi menyoal pencaburan rekomendasi DPRD.

15 Desember 2008 Warga menduduki Tumpang Pitu dan naik ke lokasi pengeboran PT IMN

19 Januari 2008 Perwakilan rakyat Tumpang Pitu berusaha menemui Menhut dalam kunjungan ke Pesantren Darussyafa’ah Baturejo, tapi dihalang-halangi.


1 komentar:

  1. INI BUKTINYA : PUTUSAN SESAT PERADILAN INDONESIA

    Putusan PN. Jkt. Pst No. 551/Put.G/2000/PN.Jkt.Pst membatalkan demi hukum atas Klausula Baku yang digunakan Pelaku Usaha. Putusan ini telah dijadikan yurisprudensi.
    Sebaliknya, putusan PN Surakarta No. 13/Pdt.G/2006/PN.Ska justru menggunakan Klausula Baku untuk menolak gugatan (karena terindikasi gratifikasi di Polda Jateng serta pelanggaran fidusia oleh Pelaku Usaha). Inilah bukti inkonsistensi Penegakan Hukum di Indonesia.
    Quo vadis hukum Indonesia?

    David
    (0274)9345675

    BalasHapus