Jumat, 06 Maret 2009

Perguruan Tinggi Butuh Peran Korporat

INDONESIA dan Jepang sama-sama menghadapi tantangan dan kesempatan sama di bidang pendidikan. Berdasarkan data, Jepang dan Indonesia menghadapi periode di mana jumlah lulusan SMA yang melanjutkan ke perguruan tinggi terus menurun.

Hal itu terungkap dalam seminar bertajuk Education in Indonesia and Japan: Future Challenges and Opportunities yang diselenggarakan Universitas Paramadina dan The Japan Foundation di Jakarta. Seminar tersebut menghadirkan pembicara Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan PhD dan Prof Toru Kikkawa—Associate Professor Universitas Osaka Jepang. Hadir pula Direktur Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia Bachtiar Alam, PhD.

Menurut Toru, meski masalahnya sama, latar belakang persoalan Jepang-Indonesia tetap berbeda. Di Jepang masalah itu terjadi karena sistem pendidikan monoton. Sementara di Indonesia lebih dilatarbelakangi masalah ekonomi.

Anies mengatakan, anggaran APBN untuk pendidikan hanya 20%, sehingga kesempatan mendapatkan pendidikan terjangkau sangat kecil. Mau tidak mau, masyarakat mulai beralih kepada peran serta pihak swasta. Di sinilah perlunya political will pemerintah dalam memajukan dunia pendidikan.

Peran CSR

Menanggapi pernyataan tersebut, Bachtiar Alam menegaskan, masalah finansial tak bisa dijadikan alasan untuk tetap berkubang pada masalah itu. Menurutnya, di balik kendala yang dihadapi, Indonesia memiliki banyak potensi. Untuk mewujudkan pendidikan berkualitas dibutuhkan partisipasi pemerintah dan swasta (korporasi).

Menjawab pertanyaan Merdeka, Bachtiar Alam mengatakan peran korporat memang sangat penting. Bahkan, ia mendukung korporat yang berupaya menjalin kerja sama dengan perguruan tinggi termasuk Universitas Indonesia. “Ini salah satu bentuk kesadaran dan korporat terhadap dunia pendidikan,” jelasnya.

Menurut Bachtiar alam, korporat perlu perguruan tinggi dan sebaliknya universitas perlu korporasi. “Kita harus memperhatikan kepentingan perusahaan juga. Mereka perlu tenaga andal. Jadi, mereka sedang hunting melalui program CSR. Mahasiswa tidak hanya diberikan training, tetapi juga orientasi tentang perusahaan mereka. Bahkan mahasiswa tersebut mempunyai kesempatan untuk di-hired menjadi bagian dari keluarga besar perusahaan,” jelasnya.

Lebih jauh, Bachtiar menyatakan dukungannya terhadap kebijakan pemerintah yang mengundang-undangkan kewajiban CSR. Dengan begitu, makin banyak perusahaan peduli sosial dan lingkungan. (Erlin Sitinjak/Harian Merdeka)

1 komentar:

  1. Komentar Pak Tio
    (Ikatan Keluarga Pondok Pesantren Gontor)

    Saya beberapa kali berusaha posting pendapat untuk mengomentari artikel "Perguruan Tinggi Butuh Peran Korporat", tetapi ternyata nggak bisa. Akhirnya, saya tulis di sini saja. Yang penting, pesan ini sampai ke Panti...

    Pada dasarnya, saya nggak setuju dengan pendapat Anis Baswedan atau pakar-pakar pendidikan (tinggi) yang lain.

    Perguruan tinggi sudah nggak perlu peran (bantuan) korporat lagi. Sebab, mereka sekarang sudah bertindak sebagai korporat dan meninggalkan tugas utama "social responsibility. Sebagian besar perguruan tinggi menjaring mahasiswa sebanyak-banyaknya dan mencari keuntungan sebesar-besarnya. ..

    Bahkan, mereka memasang iklan di mana-mana. Apakah ini bukan "jual produk" namanya? Biasanya, yang menjual produk perusahaan.. .

    Kalo nggak percaya, Panti bisa datang ke perguruan tinggi, negeri atau swasta?

    Sekarang ini, biaya kuliah puluhan juta sampai ratusan juta rupiah... Nanti, kalo anak-anak Pantie dah gede... biaya kuliah bisa sampai miliaran (kaleee..)

    BalasHapus