Rabu, 04 Maret 2009

Idealnya, Dibentuk Dewan CSR

PAKAR CSR Edi Suharto, PhD mengatakan, Kamis (29/1), masih banyak perusahaan yang melaksanakan program CSR berdasarkan visi dan misinya, tapi tidak sesuai kebutuhan riil di masyarakat. Di sisi lain, tidak ada koordinasi yang baik antara perusahaan dan pemda setempat. Sehingga di lapangan terjadi double program yang dilakukan pemda dan perusahaan.

Tidak adanya koordinasi juga menyebabkan banyak program yang tidak sesuai dengan target Millenium Development Goals (MDGs). Di mana ada delapan point MDGs yang harus dicapai pada 2015, yaituh penghapusan kemiskinan, pendidikan untuk semua, persamaan gender, perlawanan terhadap penyakit, penurunan angka kematian anak, peningkatan kesehatan ibu, pelestarian lingkungan hidup, dan kerja sama global.

Belum terkoordinasinya CSR juga menyebabkan munculnya kecurigaan-kecurigaan dalam pelaksanaan program. Hal ini terkait soal dana CSR yang memang cukup besar. Sementara di sisi lain, masyarakat miskin merasa tidak tersentuh CSR. Di bagian lain, perusahaan melihat proposal dari masyarakat kurang serius.

“Jadi, secara umum, perusahaan masih terbatas melakukan tebar pesona dibanding pemberdayaan. Anggaran yang disediakan hanya untuk kepentingan perusahaan melakukan promosi,” kata Edi kepada Merdeka. Yang muncul kemudian, program-program CSR jadi tidak proporsional, seperti sunatan massal dan bantuan pendidikan yang tidak seberapa.

Hal itu juga diungkapkan Sosiolog George Junus Aditjondro yang mengibaratkan CSR sebagai kosmetik bagi perusahaan. Menurut George Junus, CSR hanya kosmetik untuk menutupi kesalahan perusahaan yang telah mengeksplorasi kekayaan alam. Di sisi lain, CSR juga bentuk alih tanggung jawab pemerintah terhadap kondisi masyarakat.

Peraturan Pemerintah

“Menurut saya, perusahaan tidak perlu melakukan CSR sendiri. Harus ada kerja sama dengan pemda, konsultan, LSM, dan kalau perlu perguruan tinggi,” tegas Edi.

Di sinilah, kata Edi, perlu dibentuk Dewan CSR Daerah. Dewan ini semacam konsorsium yang beranggotakan pihak perusahaan, pemerintah, dan tenaga ahli yang memiliki kapasitas CSR. Dewan inilah yang akan merumuskan grand desain CSR dan tidak turun ke lapangan.

Mengenai pembentukan Dewan CSR ini, pemerintah harus mengimplementasikannya lewat Peraturan Pemerintah untuk menindaklanjuti UU No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Dalam Pasal 74 UU No 40 tentang Perseroan Terbatas sudah dijelaskan mengenai kewajiban CSR bagi perusahaan yang mengeksplorasi kekayaan alam Indonesia baik secara langsung maupun tidak langsung. Akan tetapi, kata Edi, UU ini perlu ditindaklanjuti dengan Peratuan Pemerintah. Di dalam PP inilah regulasi pemerintah soal CSR bisa diperjelas, misalnya mengenai bagaimana peranan pemerintah pusat dan daerah. (Marmi Panti Hidayah/Harian Merdeka)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar