Rabu, 27 Mei 2009

CSR TIDAK PERLU DIATUR DALAM UU

Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan sebenarnya tidak perlu diatur dalam undang-undang (UU) karena CSR bukan kewajiban hukum tetapi lebih merupakan komitmen perusahaan.

"Hanya di Indonesia saja CSR diatur dalam UU, kalau di negara lain CSR sudah menjadi roh perusahaan," kata Presiden Direktur BHP Billiton, Muliawan Margadana, dalam diskusi Strategic CSR di Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Jumat.

Menurut dia, perusahaan yang telah menerapkan CSR cenderung memiliki kondisi keuangan yang lebih baik dibanding dengan perusahaan yang belum melaksanakan CSR.

"Dengan melihat kondisi tersebut, perusahaan tidak lagi merasa bahwa CSR adalah sebuah biaya khusus yang harus dikeluarkan, tetapi telah menganggapnya sebagai investasi," ujarnya.

Pelaksanaan CSR di Indonesia telah diatur dalam UU, yaitu UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Asing.

Ia menyatakan, dengan melakukan CSR sebuah perusahaan lebih mampu meningkatkan keuntungan dan juga meningkatkan hubungan baik dengan investor serta masyarakat di sekitar perusahaan.

Namun demikian, kata Muliawan, terdapat beberapa kesulitan dalam melaksanakan CSR di Indonesia diantaranya adalah desentralisasi wilayah yang memungkinkan pemerintah daerah membuat kebijakan lokal, serta keberagaman budaya masyarakat di Indonesia.

Sementara itu, Direktur Amerta Social Consulting and Resourcing, Riza Primahendra menyatakan bahwa CSR di Indonesia sudah menjadi kewajiban hukum sehingga bersifat memaksa.

"Seharusnya, UU itu berfungsi melindungi pelaksanaan CSR dan bukannya memaksa," katanya.

Selain itu, Riza mengatakan bahwa terjadi pengertian yang salah mengenai CSR di Indonesia yang disamakan dengan dana.

Menurut dia, kondisi tersebut terjadi karena dalam beberapa tahun terakhir, penyerapan anggaran oleh pemerintah daerah sangat rendah yaitu kurang dari 60 persen, sehingga pemerintah daerah kemudian berpikiran bahwa CSR dapat digunakan sebagai dana.

Pada prinsipnya, kata Riza, seluruh aspek bisnis di perusahaan bisa dimasukkan sebagai CSR. (Antara)

Senin, 13 April 2009

Diduga, Dana CSR Diselewengkan



PEMERINTAH Provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Barat (NTB) kini masih mempelajari kemungkinan adanya penyimpangan dalam pemindahan atau transfer dana Peduli Sosial Kemasyarakatan untuk Corporate Sosial Responsibility (CSR) yang disalurkan PT. Bank NTB.

Gubernur NTB, HM Zainul Majdi menjawab pertanyaan wartawan di Mataram, Rabu, mengaku telah menerima laporan mengenai temuan dana CSR Bank NTB yang tidak ditransfer melalui rekening resmi pemerintah daerah dari LSM Solidaritas Masyarakat untuk Transparansi (Somasi).

"Saya sudah menerima laporan dari Somasi NTB mengenai temuan-temuan itu, dan kini sedang kita pelajari," katanya.

Ia mengatakan, sejak memangku jabatan sebagai Gubernur pada 17 September 2008, dirinya belum pernah bersentuhan sama sekali dengan dana CSR dari PT. Bank NTB itu.

"Pemprov NTB menginginkan agar aturan main terkait masalah ini harus jelas, pemerintah tidak menginginkan masyarakat daerah ini dirugikan, pemprov adalah pemilik saham mayoritas di PT. Bank NTB, selebihnya dimiliki sembilan kabupaten/kota yang ada di daerah ini," ujarnya.

Koordinator Badan Pekerja Somasi NTB, Ervyn Kaffah, mengatakan, pada tahun 2004, pihaknya menemukan dana peduli sosial kemasyarakatan ini disalurkan melalui rekening khusus atas nama kepala daerah, padahal menurut aturan harus melalui rekening resmi pemerintah daerah.

Pada 2004, setidaknya ada Rp940,89 juta dana CSR yang disalurkan PT. Bank NTB kepada pemerintah daerah baik pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota dan Somasi memiliki tujuh salinan resmi kalau dana ini tidak ditransfer melalui rekening resmi milik pemerintah daerah.

Dana tersebut ditransfer ke rekening atas nama kepala daerah setiap tahun dan dalam kurun waktu 2003-2004, jumlah dana CSR yang ditransfer PT. Bank NTB mencapai Rp4,5 miliar, ini sesuai prosentase kepemilikan saham Bank NTB.

Corporate Sekretari PT. Bank NTB, Siti Umaryati mengatakan, pihaknya belum bisa memberikan komentar banyak terkait mekanisme transfer dana CSR ini, namun yang jelas dana CSR itu disalurkan bank NTB ke pemerintah daerah dan rekening tersebut memang atas nama kepala daerah.

Menurut dia, kewajiban PT. Bank NTB untuk menyalurkan dana CSR yang telah disetujui RUPS, sementara penggunaan dana itu bukan lagi di bawah koordinasi Bank NTB, melainkan pemerintah daerah masing-masing.

Pihak PT. Bank NTB akan mempelajari transfer rekening dana CSR yang diduga bermasalah itu dan hasilnya akan disampaikan kepada publik

Selain ke Pemprov NTB, dugaan penyimpangan terkait transfer dana CSR tersebut dilaporkan secara resmi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dikoordinasikan dengan Indonesian Corruption Watch di Jakarta. Antara

Minggu, 29 Maret 2009

Masuk Sekolah Memperkenalkan Tambang


SEIRING waktu, jumlah perusahaan pertambangan yang beroperasi di Indonesia terus bertambah. Dampaknya pun semakin banyak, baik terhadap sosial, ekonomi, maupun lingkungan. Dampak positif memang ada, namun tak sebanding dengan dampak negatifnya. Buntutnya, tak mengherankan bila sebagian besar perusahaan pertambangan di negeri ini mendapat tempat negatif di hati masyarakat.

Melihat fenomena tersebut, PT Indo Tambangraya Megah, perusahaan pertambangan batu bara yang baru saja menjadi perusahaan Tbk pada tahun lalu, mencoba mencuri hati masyarakat lewat program CSR yang diberi nama ITM untuk pendidikan. Berikut petikan wawancara Erlin Sitinjak dari Merdeka dengan Melina M Karamoy, Corporate Communications PT Indo Tambangraya Megah Tbk.

Sejak kapan program ITM memulai pelaksanaan program CSR?

Secara umum, khususnya di daerah Kalimantan, sudah ada divisi tersendiri yang menangani, yaitu divisi community development. ITM untuk pendidikan bersifat lebih umum. Artinya, tidak dikhususkan untuk community. Kegiatan ini dapat saja dilaksanakan di Jakarta, Irian, hingga Sumatera. Tetapi ITM untuk pendidikan baru dilaunching November 2008.

Setelah sekian lama berdiri, mengapa ITM baru meluncurkan program ITM untuk pendidikan?

Untuk di Jakarta, gaung untuk ITM pendidikan memang baru tahun lalu, karena sebelumnya program CSR ITM sangat beragam dan hanya menjangkau daerah-daerah di sekitar tambang. Namun, semenjak ITM menjadi Tbk, semua entity wajib melakukan program CSR. Kalau selama ini daerah sudah melakukan, bagaimana dengan pusat? Oleh karena itulah kita melahirkan ITM untuk pendidikan

Artinya, program ini khusus untuk dunia pendidikan?

Ya. Fokusnya memang untuk pendidikan. Tetapi, kita tetap melihat ke banyak aspek. Saat ini kita hanya tekankan pada pendidikan dasar karena kita melihat banyak aspek di situ. Ada pendidikan formal dan nonformal. Kemudian, ITM pendidikan kita bagi menjadi tiga program, yaitu volunteer@ksi, cerd@sajar, dan Tambang Untuk Anak. Masing-masing punya tujuan sendiri. Tetapi semuanya tergabung dalam program ITM untuk pendidikan.

Dapat dijelaskan pelaksanaan masing-masing program ini?

Volunter@ksi kita bentuk atas adanya kesadaran akan kebutuhan volunteer. Kita melihat banyak kebutuhan dari relawan pendidikan. Mereka membutuhkan support dari instansi. Oleh karena itu, kita menyatakan kepedulian terhadap kebutuhan relawan dengan melaunching program volunter@ksi pada 21 Februai lalu. Program ini direalisasikan dengan mendukung program-program relawan, seperti Ibu Koeswanti.

Cerd@sajar belum diadakan. Tetapi program ini akan ditujukan pada guru-guru formal, khususnya guru-guru yang mengajar bidang science. Kita mau membantu agar anak-anak yang selama ini melihat science sebagai momok senang belajar science. Hal ini kita lakukan dengan memfasilitasi guru-gurunya melalui program cerdas ajar.

Tambang Untuk Anak ditujukan untuk memperkenalkan dunia tambang kepada anak sejak usia dini. Artinya, mereka bisa mengenal dan mencintai dunia tambang. Hal ini kita lakukan dengan menerbitkan buku untuk anak yang diharapkan menstimulasi minat baca anak, khususnya tentang dunia tambang. Soalnya, dunia tambang terkesan hanya untuk orang dewasa. Hal ini terbukti dari beberapa obrolan ringan dengan beberapa anak karyawan ITM sendiri. Ketika diminta untuk menjelaskan pekerjaan orangtuanya, mereka masih bingung. Jadi, melalui buku ini, kita mencoba bercerita mengenai tambang batu bara. Dari situ, kita mulai berpikir, kenapa program ini tidak dilakukan ke luar. Jadi, selain untuk karyawan, kita juga melakukan untuk anak-anak lain. Akhirnya, kita lakukan program Tambang Untuk Anak. Kita ke sekolah-sekolah.

Ada berapa sekolah yang ditargetkan tahun ini?

Ada 50 sekolah. Tapi, hingga saat ini baru sekitar 20 sekolah yang sudah kita datangi. Untuk saat ini, kita fokuskan dulu ke sekolah anak-anak karyawan karena aksesnya lebih mudah. Tapi, ke depannya akan kita fokuskan ke sekolah-sekolah lain di Jabodetabek.

Apakah program Tambang Untuk Anak ditujukan untuk membentuk generasi yang tidak memandang negatif perusahaan pertambangan?

Mungkin yang dipandang negatif seluruh perusahaan pertambangan. Tetapi, kegiatan ini tidak sedikitpun ditujukan agar masyarakat tidak memandang kita secara negatif. Kita berbuat ini karena kita mau berbuat sebagai good citizen. Setelah itu, nanti orang mau menilai seperti apa, kita serahkan kembali kepada mereka.

Lalu apa sebenarnya tujuan yang ingin dicapai melalui program ini?

Kita mau supaya anak-anak maju. Bagaimanapun anak-anak adalah cikal-bakal yang pemikirannya masih murni dan belum terkontaminasi sehingga masih dapat dibentuk. ITM pendidikan diharapkan mampu mencetak anak-anak Indonesia yang berkualitas.

Mengapa dilaksanakan untuk wilayah Jabodetabek? Bukankah program CSR seharusnya lebih difokuskan pada daerah-daerah yang mengalami dampak langsung kegiatan pertambangan?

Di daerah, Community Development sudah punya program sendiri. Tetapi, kalau mereka mau melaksanakan program yang berkaitan dengan program ITM untuk pendidikan, pasti akan kita support. Kemarin memang ada di Bontang, kerja sama dengan lembaga kursus bahasa Inggris. Mereka juga menggunakan konsep story telling. Itu kita support. Jadi, kalau mereka memang mau melaksanakan kegiatan, pasti akan kita support.

Dibanding program CSR di daerah, apa keunggulan program ITM untuk pendidikan ini?

Untuk pendidikan dasar sih sama karena mereka reference-nya ke kita. Tetapi, tetap disesuaikan dengan kebutuhan nasing-masing daerah.

Berapa dana yang dianggarkan untuk program ini?

Kita itu lebih mau berbuat. Artinya berapa pun besarnya dana itu, tidak dapat dikompare dengan apa yang sudah dan akan kita perbuat. Kita lebih fokus pada melakukan sesuatu. Dengan menyebutkan nilai, tidak berarti kita telah melakukan sesuatu yang luar biasa. Kita tidak melihat di situ. Justru, kita lebih melihat dampak dari kegiatan tersebut. Jadi, berapa pun dana yang kita keluarkan, tetapi kalau itu hanya keluar secara nilai, tidak akan ada artinya. Tetapi, itu lebih kepada kualitas dari apa yang sudah kita lakukan.

Mungkin dalam bentuk persentase saja?

Di ITM tidak ada penentuan, untuk sektor ini sekian persen. Itu semua konsolidatif. Dari situ, baru kita bagi sesuai dengan porsi kita. Bisa jadi, ITM mendapatkan dana lebih besar. Tetapi, boleh jadi juga program-program khusus di daerah mendapatkan dana lebih besar. Yang pasti kita comply dengan pemerintah.

Apakah keengganan untuk menyebutkan jumlah dana yang dianggarkan untuk program CSR adalah salah satu bukti mengapa corporate menolak kebijakan pemerintah yang telah mengundangkan kewajiban CSR melalui UU No 40 Tahun 2007?

Kita selalu mendukung program pemerintah. Sebenarnya bukan keengganan. Kita lebih ingin dipandang sebagai perusahaan yang berbuat daripada sebagai perusahaan yang mengeluarkan dana yang sudah cukup besar, tetapi dampaknya kurang dirasakan. Bila dibandingkan dengan perusahaan pertambangan lainnya, apa yang kita lakukan masih sangat jauh karena mereka sudah lebih dulu melakukannya. Tetapi, bagi ITM tidak pernah ada kata terlambat.

Sampai kapan program CSR yang dilaksanakan oleh pusat difokuskan pada dunia pendidikan?

Karena ini program tambang lima tahun, selama lima tahun ke depan kita tetap fokus ke dunia pendidikan. (*)

Kamis, 26 Maret 2009

Penambangan, Dua Desa Nyaris Tenggelam


DESA Penago Baru dan Rawa Indah, Kecamatan Ilir Talo, Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu terancam musnah akibat pengerukan pasir besi besar-besaran yang dilakukan PT Famiaterdio sejak 2005.
Perusahaan ini, menurut Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Siti Maemunah, merupakan kontraktor pertambangan Fine Wealthy Ltd, asal Hong Kong yang mendapatkan Kuasa Pertambangan (KP) dari Bupati Seluma No 35 Tahun 2005 seluas 3.645 hektare.

Menurut siaran pes JATAM, areal konsesi tambang pasir besi itu berada di tiga Blok pertambangan, masing-masing; Blok I (450 hektare) yang berada di kawasan padat huni, Blok II (143 hektare) di Sempadan Pantai, dan Blok III (3.250 hektare).

Akibat penambangan itu, kata Maemunah, kawasan pantai yang dahulunya rimbun dengan hijau hutan bakau, seluas 10 hektare dan merupakan kawasan Cagar Alam Pasar Talo, kini nyaris ludes.
Sepanjang garis pantai, menurut dia, dalam tiga tahun terakhir terancam abrasi akut. Angin besar kerap menerpa pemukiman penduduk yang hanya berjarak 50 meter dari bibir pantai. Mayoritas masyarakat yang semula menggantungkan hidupnya dari hasil laut kini gigit jari.
Dikatakannya, perempuan pesisir yang sebelumnya memiliki tradisi mencari Kerang di bibir pantai tidak lagi dapat menjalankan aktivitasnya. Kerang-kerang laut yang sebelumnya banyak ditemui di pasir pantai tidak kelihatan lagi sejak kehadiran perusahaan penambangan itu akibat rusaknya kawasan pesisir.
Warga yang tinggal di sekitar operasi pengerukan, sejak 2006 sudah mulai merasakan perubahan rasa air tanah yang menjadi keasin-asinan.
Di wilayah daratan, kata Maemunah, warga yang saban hari menggantungkan hidupnya dari hasil sawah kerap gagal panen. (Antara)

Senin, 23 Maret 2009

18 Hari Kerja di Hitachi



DAMPAK krisis global yang makin menggigit membuat korporat harus mengambil langkah-langkah penting agar perusahaanya tetap eksis. Tidak sedikit perusahaan memilih melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK), meskipun masalah ketenagakerjaan termasuk dalam salah satu point ISO 26000 CSR. Hubungan ketenagakerajaan (hak buruh) ini juga termasuk dalam Global Reporting Initiative (GRI)—indikator penilaian CSR berstandar internasional.

PT Hitachi Contruction Machinery Indonesia juga mengalami dampak krisis global, namun tetap berusaha tetap eksis tanpa harus mengorbankan karyawan. Cara yang dilakukan dengan mengurangi hari kerja dari 22 hari menjadi 18 hari.

Untuk mengungkap masalah yang terjadi di perusahaan dan bagaimana kebijakan di masa krisis, wartawan Merdeka Erlin Sitinjak mewawancarai Corporate Secretary & CSR Section PT Hitachi Construction Machinery Indonesia Christine Y. Berikut petikannya;

Sejak kapan Hitachi memiliki section khusus program CSR?

Hampir tiga tahun. Tapi, (section) ini khusus untuk PT Hitachi Construction Machinery Indonesia. Kalau untuk Hitachi Asia sendiri mungkin sudah cukup lama.

Apa yang melatari pembentukan section?

Kita sadar bahwa kita juga harus concern terhadap lingkungan kita. Artinya, bukan karyawan saja yang harus kita perhatikan, tetapi juga lingkungan di sekitar pabrik kita. Kita tidak mau terkesan sebagai pihak yang hanya mengambil keuntungan dari daerah tempat kita beroperasi tanpa ada kontribusi kepada masyarakat.

Pakar CSR memprediksi di tengah krisis global, korporat cenderung meng-cut dana CSR. Apakah Hitachi melakukan hal tersebut?

Bukan meng-cut dana, tetapi mengurangi. Terus terang, Hitachi sangat merasakan dampak krisis global ini. Mau tidak mau, budget untuk program CSR harus dikurangi. Saat ini, kita memprioritaskan program pendidikan daripada kegiatan lain seperti penanaman pohon.

Apa alasannya memilih program pendidikan?

Karena kita merasa program pendidikan lebih perlu daripada program penanaman pohon. Kita melihat tingkat kepentingannya dulu. Jadi, lebih baik kita mensejahterakan masyarakat dulu.

Bisa dijelaskan bagaimana program pendidikan yang diterapkan?

Kita memberikan kursus gratis untuk anak-anak sekolah di sekitar pabrik. Sebenarnya kursus ini khusus untuk anak-anak berprestasi tetapi kurang mampu. Namun, kita tidak bisa menolak ketika mereka juga mengajak teman-temannya hingga jumlah peserta kursus terus meningkat setiap tahunnya. Mungkin tahun ini, perhatian kita terhadap dunia pendidikan mencapai 70%.

Bagaimana dengan stakeholder lainnya seperti karyawan, karena mereka rentan di masa krisis?

Sebetulnya manajemen sudah berusaha tidak mengurangi jumlah karyawan. Bagaimanapun, karyawan adalah aset perusahaan. Tidak seperti mesin, tidak mudah mendapatkan karyawan baru yang kualitasnya sama dengan karyawan terdahulu. Tetapi, usaha itu tidak bisa dipertahankan. Akhirnya, kita harus mengurangi karyawan dan mengurangi jam kerja.

Bagaimana pelaksanaan pengurangan karyawan Hitachi?

Seperti perusahaan-perusahaan lain, yang pertama dikurangi adalah harian lepas. Kemudian, karyawan kontrak. Hitachi juga sudah melakukan pengurangan jam kerja, tetapi belum sampai ada pemutusan hubungan kerja.

Pelaksanaannya seperti apa?

Kalau biasanya kita ada tiga shift, sekarang hanya dua shift. Kita juga tidak ada lembur lagi. Jadi, kegiatan kita benar-benar dari pukul 08.00-15.00. Lalu, kalau biasanya kita mencari hari pengganti ketika terjadi pemadaman bergilir, sekarang tidak lagi. Kita juga ada istilah no working days.

Bisa dijelaskan mengenai no working days?

Bila pemadaman bergilir terjadi pada hari-hari terjepit (di antara dua hari libur), kita liburkan saja. Tidak terlalu banyak sih. Akan tetapi kalau dihitung, dari 22 hari kerja ada empat no working days.

Apakah ini tidak mengganggu kegiatan perusahaan?

Order kita juga sudah berkurang hingga 40%. Jadi, mau tidak mau, itu harus dilakukan.

Dengan masalah yang tengah dihadapi saat ini, apa harapan perusahaan?

Kita mencoba me-refresh program-program CSR Hitachi group dan manfaatnya bagi perusahaan sendiri. Biasanya dalam pertemuan seperti ini, ada program-program yang bisa kita adaptasi sesuai dengan kondisi lingkungan di sekitar kita.

Minggu, 22 Maret 2009

TPL Mencoba Mendongkrak Citra

PERISTIWA bentrokan warga Porsea dan PT Indorayon Inti Utama telah lama berlalu. Namun, kejadian tersebut masih membekas di benak warga maupun pihak perusahaan pengolahan kayu serta kertas itu. Hal inilah yang sedang dihadapi PT Toba Pulp Lestari (TPL) yang mengambilalih posisi PT Indorayon Inti Utama pada 2003.

“Pasca-kerusuhan, kami seolah menjadi terpidana yang bertanggung jawab atas segala hal yang terjadi di daerah tersebut,” kata Direktur PT TPL Mulia Nauli.

Sebagai perusahaan yang bergerak di sektor sama, PT TPL mau tidak mau harus merasakan suramnya dunia usaha akibat image negatif itu. Tidak ada kepercayaan dari masyarakat. Setiap kebaikan yang dilakukan perusahaan dicurigai sebagai langkah diam-diam demi mendapatkan sesuatu yang lebih dari masyarakat. Tidak hanya itu, masyarakat selalu merasa pemberian perusahaan masih kurang.

“Tentang hal itu, kita bisa mengertilah. Kita ini ibarat satu-satunya bus berkapasitas 40 penumpang yang dihadapkan ribuan orang yang ingin naik. Mana bisa?” katanya pada Merdeka.

Sekarang ini, PT TPL sedang berusaha mengembalikan citra. Untuk itu, PT TPL membentuk divisi khusus untuk melaksanakan CSR pada 2005. Dan, perusahaan berkomitmen menyisihkan 1% dari net sales untuk pengembangan masyarakat.

Jenis Program

Lebih lanjut dijelaskan CSR Section Head PT TPL Lambertus Siregar, dana tersebut digunakan untuk membiayai program pendidikan, kesehatan, lingkungan, charity, ekonomi, dan sosial. Targetnya adalah petani miskin, nelayan miskin, siswa berprestasi, orang sakit tak mampu, dan kontraktor lokal di delapan wilayah kabupaten kota, yaitu Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Humbahas, Toba Samosir, Samosir, Dairi, Pakpak, dan Simalungun.

Pada tahun pertama pelaksanaan CSR, TPL menginvestasikan dana senilai Rp 3,11 miliar. Pada 2007, TPL menginvestasikan dana senilai Rp 12,5 miliar. “Peningkatan dana ini menunjukkan peningkatan dan kemajuan industri TPL. Selain itu, menunjukkan komitmen perusahaan untuk mendampingi masyarakat melalui program-programnya,” katanya. (Erlin Sitinjak/Harian Merdeka)

Tiga Penghargaan CFCD untuk TPL

-Terbaik 3 bidang Lingkungan untuk Program Efisiensi Energi melalui Manajemen Pengolahan Limbah

-Terbaik 2 bidang Ekonomi Program Pertaninan Terpadu Berbasis Peternakan Sapi Bali

-Terbaik 3 bidang Sosial Program Pendidikan Sekolah di Yayasan Bona Pasogit Sejahtera

Jumat, 20 Maret 2009

UMKM Dibebani Bunga 1,5%-2,5%



USAHA Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) akan mendapat bantuan dana untuk mengembangkan usahanya. Manulife Indonesia melalui Yayasan Manulife Peduli (YMP) menggulirkan dana Rp 1 miliar. Diharapkan, dana tersebut akan menyentuh 200 pengusaha mikro. Akan tetapi, setiap peminjam akan dikenakan bunga 1,5%-2,5% per bulan.

Wakil Presiden Direktur Manulife Indonesia yang juga Dewan Pengawasan Yayasan Manulife Peduli Adi Purnomo menegaskan, program ini sama sekali tidak dimaksudkan untuk kepentingan bisnis. “Pembebanan bunga kepada mereka bukan semata-mata bunga komersial. Bunga yang dibayarkan penerima kredit adalah untuk menjamin program ini tetap running. Tidak ada intention untuk komersial,” jelas Adi.

Adi mengatakan, program ini memang untuk membantu para pengusaha UMKM. “Tetapi bukan berarti program ini for free,” tambahnya.

Demi menjamin setiap pihak yang terlibat dalam program berubah peran jadi rentenir, Adi menjelaskan, Care Indonesia maupun PT Bina Insan Sejahtera Mandiri akan melaporkan perkembangan para penerima kredit setiap bulannya. Bahkan, ia menjamin, program ini legal karena PT Bina Insan Sejahtera Mandiri tidak langsung berperan sebagai penyalur dana bantuan.

“Kita kan bukan bank. Jadi, kita memakai lembaga yang memang punya lisensi melakukan kegiatan tersebut. Kita bekerja sama dengan PT Bina Insan Sejahtera Mandiri dan Care Indonesia. Kemudian, kita duduk dalam komite seleksi untuk memilih koperasi yang akan menyalurkan dana ini,” ujarnya.

Diakuinya, program ini belum sempurna karena masih terbatas pada bantuan finansial. Setidaknya, hingga saat ini, pihaknya belum memberikan bantuan teknis sebagaimana dibutuhkan pengusaha UMKM seperti soal manajemen. “Kita juga berpikir ke arah sana. Tetapi, kita tidak mau berpikir terlalu jauh hingga dana tidak jadi bergulir,” tandasnya.

Untuk diketahui, program pengembangan kredit mikro ini akan berlangsung selama 3 tahun. Sebelumnya, Manulife Indonesia telah menggandeng Private Enterprises Participation dan Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia untuk memberikan kredit mikro kepada para pelaku usaha di Nanggroe Aceh Darussalam pada 2001-2005. (Erlin Sitinjak/Harian Merdeka)