Selasa, 03 Maret 2009

Pengelolaan Dana Perusahaan Dipertanyakan


PRO Kontra kewajiban hukum soal Corporate Social Responsibility (CSR) tampaknya akan terus bergulir. Pengamat ekonomi Dr Faisal Basri menilai pemerintah telah melakukan kekonyolan luar biasa. Menurutnya, peran untuk mensejahterakan rakyat adalah kewajiban pemerintah.

Sementara, program CSR hanyalah program komplemen yang men-support program pemerintah. Menurutnya, apabila UU No 40 Tahun 2007 tetap dipertahankan, tidak tertutup kemungkinan privatisasi program negara berpotensi mengarah pada nasionalisasi peran swasta.

Sebagai wakil dari para pengusaha makro yang selalu konsisten menjalankan program CSR, Faisal mempertanyakan pertanggungjawaban pemerintah pusat dalam pengelolaan dana-dana yang telah disetorkan perusahaan.

“Pemerintah selalu mengatasnamakan kemiskinan dan penderitaan masyarakat di sekitar wilayah operasional perusahaan. Ketika masyarakat tak juga menunjukkan tanda-tanda kemajuan, pemerintah selalu menuntut dan menyalahkan perseroan yang beroperasi di daerah tersebut. Padahal, sebagian besar keuntungan perseroan sudah diserahkan kepada pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat,” kata Faisal saat digelar sidang uji materi UU No 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas di Mahkamah Konstitusi, Kamis (19/2).

“Sesungguhnya rakyat tetap miskin karena bagi hasil hanya dinikmati pemerintah pusat. Ketika pemerintah daerah hanya mendapat ampas, mereka mengeluarkan perda yang menuntut tanggung jawab sosial (CSR) dan lingkungan perusahaan. Dan, ketika perusahaan lalai dalam memainkan perannya untuk mensejahterakan rakyat, mereka akan berhadapan langsung dengan rakyat,” katanya.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sofjan Wanandi yang ditemui juga mengatakan, CSR seharunsya tidak diatur undang-undang. Sebab, CSR bukan pajak. Jika CSR diwajibkan, dikhawatirkan akan menurunkan investasi selain juga menambah cost perseroan. Ada baiknya, lanjut Sofjan, aturan tersebut ditinjau ulang. Bila tetap dipaksakan, CSR akan jadi beban bagi perseroan. (Erlin Sitinjak/Harian Merdeka)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar