Rabu, 27 Mei 2009

CSR TIDAK PERLU DIATUR DALAM UU

Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan sebenarnya tidak perlu diatur dalam undang-undang (UU) karena CSR bukan kewajiban hukum tetapi lebih merupakan komitmen perusahaan.

"Hanya di Indonesia saja CSR diatur dalam UU, kalau di negara lain CSR sudah menjadi roh perusahaan," kata Presiden Direktur BHP Billiton, Muliawan Margadana, dalam diskusi Strategic CSR di Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Jumat.

Menurut dia, perusahaan yang telah menerapkan CSR cenderung memiliki kondisi keuangan yang lebih baik dibanding dengan perusahaan yang belum melaksanakan CSR.

"Dengan melihat kondisi tersebut, perusahaan tidak lagi merasa bahwa CSR adalah sebuah biaya khusus yang harus dikeluarkan, tetapi telah menganggapnya sebagai investasi," ujarnya.

Pelaksanaan CSR di Indonesia telah diatur dalam UU, yaitu UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Asing.

Ia menyatakan, dengan melakukan CSR sebuah perusahaan lebih mampu meningkatkan keuntungan dan juga meningkatkan hubungan baik dengan investor serta masyarakat di sekitar perusahaan.

Namun demikian, kata Muliawan, terdapat beberapa kesulitan dalam melaksanakan CSR di Indonesia diantaranya adalah desentralisasi wilayah yang memungkinkan pemerintah daerah membuat kebijakan lokal, serta keberagaman budaya masyarakat di Indonesia.

Sementara itu, Direktur Amerta Social Consulting and Resourcing, Riza Primahendra menyatakan bahwa CSR di Indonesia sudah menjadi kewajiban hukum sehingga bersifat memaksa.

"Seharusnya, UU itu berfungsi melindungi pelaksanaan CSR dan bukannya memaksa," katanya.

Selain itu, Riza mengatakan bahwa terjadi pengertian yang salah mengenai CSR di Indonesia yang disamakan dengan dana.

Menurut dia, kondisi tersebut terjadi karena dalam beberapa tahun terakhir, penyerapan anggaran oleh pemerintah daerah sangat rendah yaitu kurang dari 60 persen, sehingga pemerintah daerah kemudian berpikiran bahwa CSR dapat digunakan sebagai dana.

Pada prinsipnya, kata Riza, seluruh aspek bisnis di perusahaan bisa dimasukkan sebagai CSR. (Antara)